Senin, 12 Januari 2009

Farmakokinetik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat bekerja memberikan efek terapi sangat bergantung pada jumlah obat yang sampai pada tempat sasarannya serta lamanya obat tinggal di tempat tersebut, yang bisa dikaji melalui studi farmakoninetika. Studi ini memberikan manfaat diantaranya :

- mencegah antaraksi obat yang tidak diinginkan

- melakukan penyesuaian posologi pada kasus gagal ginjal atau hati

- merencanakan skema terapik obat baru

- mendeteksi perbedaan individual dalam metabolisme obat

- menangani obat yang kurang aman

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari moel berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya dalam darah, urine atau cairan hayati lainnya. Darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai obat dan paling ideal sebagai data penetapan kadar obat dalam tubuh, karena darah yang mengambil obat dari tempat absorpsi lalu menyebarkannya ke tempat kerja dan membuangnya melalui proses eliminasi.

B. Tujuan

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan :

1. Memahami proses in vivo dan perkembangan kadar obat dalam darah setelah pemberian obat secara oral.

2. Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala semilogaritmik.

3. Mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetika obat yang berkaitan dengan pemberian dalam dosis tunggal secara peroral.


BAB II

KERANGKA TEORI

Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam kelompok antiperadangan non-steroid (nonsteroidal anti-inflammatory drug) dan digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat artritis. Ibuprofen juga tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik. Obat ini dijual dengan merk dagang Advil, Motrin, Nuprin dan Brufen.

Ibuprofen selalu digunakan sebagai obat sakit kepala. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk mengurangi sakit otot, nyeri haid, salesma, flu dan sakit selepas pembedahan.

Nama kimia ibuprofen ialah asam 2-(4-Isobutil-fenil)-propoinat. Ibuprofen ada dalam dua enantiomer. Hanya S-Ibuprofen saja yang digunakan sebagai penahan sakit.

Cara Kerja

ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim siklo-oksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2 terganggu.

Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam. Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik.

Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin) dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung. Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan dengan protein plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1 – 2 jam setelah pemberian. Adanya makanan akan memperlambat absorbsi, tetapi tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi. Metabolisme terjadi di hati dengan waktu paruh 1,8 – 2 jam. Ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan metabolit inaktif, sempurna dalam 24 jam.Indikasi Terapi simptomatik rematoid artritis dan osteoartritis, mengurangi rasa nyeri setelah operasi pada gigi dan dismenore.Dosis Dewasa : 200 – 400 mg , 3 – 4 kali sehari.


Efek Samping

Efek samping adalah ringan dan bersifat sementara berupa mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri lambung, ruam kulit, pruritus, sakit kepala, pusing dan heart burn.


Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap asetosal (aspirin) atau obat antiinflamasi non steroid lainnya, wanita hamil dan menyusui, serta anak dibawah usia 14 tahun. Penderita dengan syndroma nasal polyps, angioderma dan reaksi bronchospasma terhadap asetosal (aspirin) atau antiinflamasi non steroid yang lain. Dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.

Interaksi Obat

Asetosal (aspirin). Dosis ibuprofen lebih dari 2,4 g per hari, dapat menggantikan warfarin dari ikatannya dengan protein plasma.


Cara Penyimpanan

Simpan di tempat sejuk dan kering. Perhatian : Hati-hati pemberian pada penderita tukak lambung atau mempunyai riwayat tukak lambung dan penderita payah jantung, gangguan fungsi ginjal, hipertensi. Hati-hati pada penderita yang sedang mendapatkan antikoagulan kumarin.

Uji in Vitro

Tidak satupun uji in vitro sederhana yang dapat mencerminkan dengan sempurna ketersediaan hayati suatu zat aktif yang terdapat dalam sediaan dengan aksi di perpanjang.

Dalam hal ini uji penghancuran tidak dapat diterapkan, kecuali uji pelarutan dan pelepasan zat aktif.

Berbagai teknik berbeda yang digunakan dalam uji in vitro, digunakan sebagai uji pendahuluan pada pengembangan sediaan farmasi dan untuk mengontrol reprosidibilitas pelepasan zat aktif selama fabrikasi. Percobaan tersebut juga untuk membuktikan cara pelepasan dan penetapan laju pelepasan.

Pemilihan alat harus merupakan fungsi dari bentuk sediaan farmasi yang diteliti terutama tentang kelarutan zat aktif dalam cairan pelarutan. Perlu dijaga agar larutan tidak segera menjadi jenuh karena hal ini dapat menghambat pelarutan dan memberikan penilaian yang salah. Dengan demikian harus digunakan volume cairan yang cukup.

pH dan kekuatan ion cairan dapat juga berpengaruh. Metoda yang dilaksanakan pada berbagai pH cairan pelarutan memberikan gambaran yang lebih tepat. Jadi obat harus dapat melepaskan zat aktif selama 6 – 10 jam, bila kontak dengan berbagai pH saat melintasi saluran cerna. Selain itu dapat juga digunakan metoda "perubahan setengah" dari Munzel (7) yang menggunakan siklus pH.

Selain itu harus pula dipertimbangkan adanya aktivitas enzimatik yang mengenai sediaan, sehingga ke dalam cairan pelarutan harus ditambahkan enzim tertentu.

Pengadukan yang menggambarkan gerakan usus harus pula diperhatikan. Hal tersebut dapat berpengaruh atau tidakk berpengaruh pada pelepasan zat aktif dari sediaan (48). Pengocokan harus cukup untuk memudahkan penembusan zat aktif ke dalam cairan sesudah meninggalkan sediaan, tetapi jangan terlalu keras agar tidak merusak sediaan dan untuk menjaga integritasnya (terutama matriksnya). Bila mungkin, sebaiknya bekerja pada bagian pelepasan berubah yang diisolir, hal ini terjadi bila bagian yang pelepasannya cepat dapat dipisahkan.

- Suatu teknik yang sering digunakan untuk jenis tersebut adalah teknik botol berputar dari Souder dan Ellenbogen (47).

- Alat "diffutest" (39) dapat untuk menguji mikrokapsul yang didasarkan atas prinsip yang sama.

- Metoda lain yang dapat digunakan dan telah dibakukan adalah metda dengan beker "levy" atau sel dengan aliran yang berkesinambungan. Sedangkan brossard (6) membandingkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan sel beraliran berkesinambungan tersebut dan alat Poole (40) yang memberikan gambaran dan keadaan percobaan. Alat Poole tepat digunakan untuk pengujian yang rutin, teknik pengaliran berkesinambungan dapat untuk mempelajari lebih mendalam penggunaan dua sistem bersamaan.

Selain itu dapat juga dilakukan pengujian pelepasan zat aktif melintasi membran sistetik lipida untuk uji penyerapan di saluran cerna (alat RESOMAT dari DIBBERN atau alat SARTORIUS dari Stricker).

Tergantung pada jenis alat, mak tetapan laju pelepasan dapat ditentukan dengan cara setepat mungkin.

Tetapan laju pelepasan yang dilakukan dengan secara in vitro tidak bermakna bila tidak disertai uji in vivo. Uji tersebut tidak mengabaikan lama arespons farmakologis kecuali bila korelasi yang tepat dapat dinyatakan dengan pengukuran kadar obat dalam darah.

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

- Tabung reaksi - Pipet tetes

- Fortex - Labu ukur 10 ml

- Sentrifuge - Etanol 96%

- Larutan Ibuprofen - Asam tri fosfat

B. Prosedur Kerja

1. Buat konsetrasi larutan ibuprofen sesuai dengan penentuan panjang gelombang maksimal atau serapan (A = 0,2 - 0,8)

2. Pipet 0,5 ml plasma lalu masukkan ke dalam tabung reaksi

3. Tambahkan dari tiap-tiap konsentrasi sebanyak 500 µg, masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi plasma.

4. Tambahkan H3PO4 , tambah aseton nitril sebanyak 1 ml

5. Kocok ke dalam fortex selama 1 menit

6. Sentrifuge pada 1500 rpm selama 10 menit

7. Ambil 0,5 ml supernatan + etanol 96% (5ml)

8. Sentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit

9. Ukur serapan supernatan dengan spektrofotometer



0,5 ml plasma dlm tabung reaksi + lart. Ibuprofen (0,5ml)

(di fortex selama 1 menit)


+ H3PO4 0,5 ml + aseton nitril 0,5 ml dio fortex selama 1 menit


Sentrifuge pada 1500 rpm selama 10 menit

Pipet supernatan + etanol 96% (0,5 ml)




Sentrifuge pada 1500 rpm selama 10 menit

Pipet supernatan + etanol 96% (0,5 ml)

Sentrifuge pada 1500 rpm selama 10 menit

Pipet supernatant, ukur serapan dengan spektrofotometer


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Hasil Perhitungan

- Data kalibrasi

Rentang (mg)

Konsentrasi (µg/ml)

100

0,192

200

0,331

300

0,509

400

0,688

500

0,831

a = 0,0197

b = 0,001635

r = 0,9989

- Data Hasil Spektro

Absorban

Konsentrasi (µg/ml)

0,588

347,68

0,719

427,54

0,024

335,62

1. y = a + bx

0,588 = 0,0197+ 0,001635 x

X = 347,584 µg/ml

Fp = 347,584 µg/ml x 10 ml x 100 ml

2

= 173792 µg = 173,792 mg


% kadar = 173,792 mg x 100 %

200 mg

= 86,896 %

2. y = a + bx

0,719 = 0,0197+ 0,001635 x

X = 427,7064 µg/ml

Fp = 427,7064 µg/ml x 10 ml x 100 ml

2

= 213853 µg = 213,853 mg

% kadar = 213,853 mg x 100 %

200 mg

= 106,9265 %

3. y = a + bx

0,024 = 0,0197+ 0,001635 x

X = 2,6299 µg/ml


Fp = 2,6299 µg/ml x 10 ml x 100 ml

2

= 1314,95 µg = 1,31495 mg



% kadar = 1,31495 mg x 100 %

200 mg

= 0,65747 %

* Rata-rata persen kadar = 86,896 % + 106,9265 % + 0,65747 %

3

= 64,8266 %

B. Pembahasan

Hasil perhitungan pada praktikum yang kami lakukan menunjukkan bahwa kadar persen rata-rata tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tertera pada farmakope berkisar antara 90% - 110%.

Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya ketelitian kami dalam melakukan prosedur kerja dalam praktikum, yaitu sebagai berikut :

1. Penguasaan dalam penggunaan alat yang masih kurang.

2. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam pemipetan pada waktu memipet H3PO4 dan aseton nitril serta pemipetan supernatan yang kurang teliti

3. Penambahan etanol yang kurang tepat pada sampel yang keruh sehingga mempengaruhi hasil pengukuran spektrofotometer. Apabila penambahan etanol lebih banyak maka hasil yang didapat akan lebih tinggi dan sebaliknya jika etanol lebih sedikit maka hasilnya akan lebih rendah.

4. Pengenceran pada blanko kurang sesuai.



BAB V

KESIMPULAN

Hasil pengukuran persen kadar rata-rata yang didapat pada praktikum adalah 64,8266 %. Hasil ini sesuai tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tertera pada farmakope berkisar antara 90% - 110%.

Hal ini disebabkan karena penguasaan dalam penggunaan alat yang masih kurang. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam pemipetan pada waktu memipet H3PO4 dan aseton nitril serta pemipetan supernatan yang kurang teliti, penambahan etanol yang kurang tepat pada sampel yang keruh sehingga mempengaruhi hasil pengukuran spektrofotometer, pengenceran pada blanko kurang sesuai.



DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J. Ph. Devissaguet, Farmasetika 2. Biofarmasi. Edisi Ke-2. Jakarta : Airlangga University Press.

Tim Penyusun Jurusan Farmasi UHAMKA. 2008. Penuntun Praktikum Farmakokinetika. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar